Sabtu, 08 September 2012

Survei Menunjukkan Balita Adalah Konsumen TV Terbesar

Apa hiburan yang paling dekat dengan anda dan keluarga? Jawabannya adalah TV. Seperti yang diketahui, TV adalah sumber informasi yang sebenarnya berguna, tapi jika tidak disaring, maka TV juga bisa membawa dampak buruk bagi keluarga kita, dan anak-anak zaman sekarang sering menonton TV. Sebuah laporan penelitian di AS berjudul Zero to Eight: Children’s Media Use in America, menemukan bahwa 2/3 anak-anak berusia 8 tahun menonton TV minimal sekali sehari, umumnya menonton sekitar 95 menit dan mereka hanya menghabiskan waktu di bawah setengah jam untuk membaca.
Kid watching TV
2007 lalu, American Academy of Pediatrics mempublikasikan hasil survei mengenai konsumsi media oleh anak-anak yang cukup mengejutkan. TV menjadi pilihan utama sebagai media favorit anak-anak. Di antara anak umur lima sampai delapan tahun mereka adalah konsumen terbesar dengan total 72 persen menonton TV setiap hari.
Survei juga menunjukkan anak-anak Afrika-Amerika menghabiskan lebih banyak waktunya menonton TV, baru membaca, dan bermain video game dibanding dengan anak-anak kulit putih atau hispanik.
Dan hasil survei yang terpenting adalah, anak-anak di umur dibawah dua tahun atau dua tahun juga banyak menonton TV, padahal anak seusia itu tidaklah baik menghabiskan waktunya menonton TV. Angka yang diraih adalah 66 persen anak dibawah dua tahun menonton TV, padahal otak mereka belum mampu memproses informasi yang didapat, apalagi jumlah waktu lamanya mereka menonton TV terus meningkat dari tahun ke tahun (2005-2011), dari satu jam ke satu setengah jam. Jumlah bayi dan balita yang menonton TV juga meningkat, dari 19 persen ke 29 persen.
Saya berpikir, apa yang harus dilakukan kita sebagai orangtua? Di satu sisi, tentunya kita tidak bisa mengontrol seharian penuh apa yang dilakukan anak-anak kita, karena kitapun bekerja di luar rumah, tapi di sisi lain, kita tentunya tidak ingin terjadi hal-hal buruk karena akibat menonton TV. Contoh paling nyata adalah misalnya anak menonton tayangan bertema kekerasan, dan siapa tahu nanti di sekolah dia mempraktekkannya kepada temannya, karena dia meniru yang dilihat di TV. Inilah yang sebenarnya menjadi masalah bagi anak-anak kita, terlebih lagi di Indonesia, dimana sistem rating tayangan tidak cukup efektif, misalkan tayangan yang berjenis “Remaja” tak ayal ditonton oleh anak-anak berusia 5 tahun ke bawah, entah karena anggota keluarga mereka yang acuh (dalam hal ini adalah kakak) atau para baby sitter yang acuh.
Yang jelas adalah, bagaimana kita bisa menyaring tontonan untuk anak kita secara efektif agar pengaruh buruk TV bisa diminimalisir. (via Ars Technica)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar