Apa hiburan yang paling dekat dengan anda dan keluarga? Jawabannya
adalah TV. Seperti yang diketahui, TV adalah sumber informasi yang
sebenarnya berguna, tapi jika tidak disaring, maka TV juga bisa membawa
dampak buruk bagi keluarga kita, dan anak-anak zaman sekarang sering
menonton TV. Sebuah laporan penelitian di AS berjudul Zero to Eight: Children’s Media Use in America,
menemukan bahwa 2/3 anak-anak berusia 8 tahun menonton TV minimal
sekali sehari, umumnya menonton sekitar 95 menit dan mereka hanya
menghabiskan waktu di bawah setengah jam untuk membaca.
2007 lalu, American Academy of Pediatrics mempublikasikan hasil
survei mengenai konsumsi media oleh anak-anak yang cukup mengejutkan. TV
menjadi pilihan utama sebagai media favorit anak-anak. Di antara anak
umur lima sampai delapan tahun mereka adalah konsumen terbesar dengan
total 72 persen menonton TV setiap hari.
Survei juga menunjukkan anak-anak Afrika-Amerika menghabiskan lebih banyak waktunya menonton TV, baru membaca, dan bermain video game dibanding dengan anak-anak kulit putih atau hispanik.
Dan hasil survei yang terpenting adalah, anak-anak di umur dibawah
dua tahun atau dua tahun juga banyak menonton TV, padahal anak seusia
itu tidaklah baik menghabiskan waktunya menonton TV. Angka yang diraih
adalah 66 persen anak dibawah dua tahun menonton TV, padahal otak mereka
belum mampu memproses informasi yang didapat, apalagi jumlah waktu
lamanya mereka menonton TV terus meningkat dari tahun ke tahun
(2005-2011), dari satu jam ke satu setengah jam. Jumlah bayi dan balita
yang menonton TV juga meningkat, dari 19 persen ke 29 persen.
Saya berpikir, apa yang harus dilakukan kita sebagai orangtua? Di
satu sisi, tentunya kita tidak bisa mengontrol seharian penuh apa yang
dilakukan anak-anak kita, karena kitapun bekerja di luar rumah, tapi di
sisi lain, kita tentunya tidak ingin terjadi hal-hal buruk karena akibat
menonton TV. Contoh paling nyata adalah misalnya anak menonton tayangan
bertema kekerasan, dan siapa tahu nanti di sekolah dia mempraktekkannya
kepada temannya, karena dia meniru yang dilihat di TV. Inilah yang
sebenarnya menjadi masalah bagi anak-anak kita, terlebih lagi di
Indonesia, dimana sistem rating tayangan tidak cukup efektif,
misalkan tayangan yang berjenis “Remaja” tak ayal ditonton oleh
anak-anak berusia 5 tahun ke bawah, entah karena anggota keluarga mereka
yang acuh (dalam hal ini adalah kakak) atau para baby sitter yang acuh.
Yang jelas adalah, bagaimana kita bisa menyaring tontonan untuk anak
kita secara efektif agar pengaruh buruk TV bisa diminimalisir. (via Ars Technica)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar